Senin, 17 Desember 2012

SISTEM HUKUM DAN PERADILAN NASIONAL

BAB I
PENDAHULUAN

1.1            Latar Belakang

                Sistem berasal dari bahasa Yunani ”systema” yang dapat diartikan sebagai keseluruhan yang terdiri dari macam-amacam bagian. Dalam suatu sistem yang baik tidak boleh terdapat suatu pertentangan atau benturan antara bagian-bagian. Selain itu juga tidak boleh terjadi duplikasi atau tumpang tindih diantara bagian-bagian itu. Suatu sistem mengandung beberapa asas yang menjadi pedoman dalam pembentukannya.

            Bagian-bagian dari hukum merupakan unsur-unsur yang mendukung hukum sebagai suatu kesatuan (integral) dalam suatu jaringan dengan hubungan yang fungsional, resiprosal dan interdepedensi. Misal antara HTN, HAN, hukum pidana, hukum perdata, dst yang mengarah pada tujuan yang sama yaitu menciptakan kepastian hukum keadilan dan kegunaan.
            Dengan kata kata lain sistem hukum adalah suatu kumpulan unsur-unsur yang ada dalam interaksi satu sama lain yang merupakan satu kesatuan yang terorganisasi dan kerjasama ke arah tujuan kesatuan. Hukum mempunyai sifat mengatur dan memaksa. Hukum bertujuan semata-mata untuk mencapai keadilan. Sebagai unsur keadilan, ada kepentingan daya guna dan kemanfaatan.
            Ingin mengatur secara pasti hak-hak dan kewajiban lembaga tertinggi negara, lembaga-lembaga tinggi negara, semua pejabat negara, setiap warga Indonesia agar semuanya dapat melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan dan tindakan-tindakan demi terwujudnya tujuan nasional bangsa Indonesia, yaitu terciptanya masyarakat yang terlindungi oleh hukum, cerdas, terampil, cinta dan bangga bertanah air Indonesia dalam suasana hidup makmur dan adil berdasarkan falsafah Pancasila. 



BAB II
PEMBAHASAN
SISTEM HUKUM DAN PERADILAN NASIONAL

2.1       HUKUM DAN PERADILAN NASIONAL

1.      Pengertian Sistem Hukum
             Sistem hukum merupakan suatu proses atau rangkaian hukum yang melibatkan berbagai alat kelengkapan hukum dan berbagai unsur yang terdapat di dalamnya, mulai dari hokum itu dibuat, diterapkan dan dipertahankan.

2.      Penggolongan Hukum
#        Berdasarkan Wujudnya
- Hukum tertulis, yaitu hukum yang dapat kita temui dalam bentuk tulisan dan dicantumkan dalam berbagai peraturan negara.
- Hukum tidak tertulis, yaitu hukum yang masih hidup dan tumbuh dalam keyakinan masyarakat tertentu (hukum adat). Alam praktik ketatanegaraan hukum tidak tertulis disebut konvensi (Contoh: pidato kenegaraan presiden setiap tanggal 16 Agustus)
#        Berdasarkan Ruang atau Wilayah Berlakunya
- Hukum lokal, yaitu hukum yang hanya berlaku di daerah tertentu saja (hukum adat Manggarai-Flores, hukum adat Ende Lio-Flores, Batak, Jawa Minangkabau, dan sebagainya.
- Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku di negara tertentu (hukum Indonesia, Malaysia, Mesir dan sebagainya).
- Hukum internasional, yaiu hukum yang mengatur hubungan antara dua negara atau lebih (hukum perang, hukum perdata internasional, dan sebagainya).

#        Berdasarkan Waktu yang Diaturnya
- Hukum yang berlaku saat ini (ius constitutum); disebut juga hukum positif
- Hukum yang berlaku pada waktu yang akan datang (ius constituendum).
- Hukum antarwaktu, yaitu hukum yang mengatur suatu peristiwa yang menyangkut hukum yang beraku saat ini dan hukum yang berlaku pada masa lalu.

#          Berdasarkan Pribadi yang Diaturnya
- Hukum satu golongan, yaitu hukum yang mengatur dan berlaku hanya bagi golongan tertentu saja.
- Hukum semua golongan, yaitu hukum yang mengatur dan berlaku bagi semua golongan.
- Hukum antargolongan yaitu hukum yang mengatur dua orang atau lebih yang masing-masingnya tunduk pada hukum yang berbeda.
#        Berdasarkan Isi Masalah yang Diaturnya   
            Berdasarkan isi masalah yang diaturnya, hukum dapat dibedakan menjadi: hukum publik dan hukum privat.
- Hukum Publik, yaitu hukum yang mengaur hubungan antara warga negara dan negara yang menyangkut kepentingan umum. Dalam arti formal, hukum publik mencakup Hukum Tata Negara Hukum Administrasi Negara, hukum Pidana dan Hukum Acara.
                        a. Hukum Tata Negara
Hukum Tata Negara mempelajari negara tertentu, seperti bentuk negara, bentuk pemerintahan, hak-hak asasi warga negara, alat-alat perlengkapan negara, dan sebagainya. Singkatnya mempelajari hal-hal yang bersifat mendasar bagi negara.
                        b. Hukum Administrasi Negara
Adalah Seperangkat peraturan yang mengatur cara bekerja alat-alat perlengkapan negara termasuk cara melaksanakan kekuasaan dan wewenang yang dimiliki oleh setiap organ negara. Singkatnya mempelajari hal-hal yang bersifat teknis dari negara.
                        c. Hukum Pidana
                              Adalah hukum yang mengatur pelangaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan hukum yang diancam dengan sanksi piana tertentu. Dalam KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana), pelanggaran (Ovrtredingen) adalah perbuatan yang melanggar (ringan) dengan ancaman denda. Sedangkan kejahaan (misdrijven) adalah perbuatan yang melanggar (berat) seperti pencurian, penganiayaan, pembunuhan dan sebagainya.
                        d. Hukum Acara
                              Disebut juga hukum formal (Pidana dan Perdata), hukum acara adalah seperangkat aturan yang berisi tata cara menyelesaikan, melaksanakan atau mempertahankan hukum material. Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) No.8/1981 diatur tata cara penangkapan, penahanan, penyitaan dan penuntutan. Selain iu juga diatur siapa-siapa yang berhak melakukan penyitaan, penyelidikan, pengadilan yang berwenang, dan sebagainya.
- Hukum Privat (Hukum Perdata), adalah hukum yang mengatur kepentingan orang-perorangan. Perdata, berarti warga negara pribadi, atau sipil. Sumber pokok hukum perdata adalah Buergelijk Wetboek (BW). Dalam arti luas hukum privat (perdata) mencakup juga Hukum Dagang dan hukum Adat. Hukum Perdata dapat dibagi sebagai berikut:
                        a. Hukum Perorangan
                              Adalah himpunan peraturan yang mengatur manusia sebagai subjek hukum dan tentang kecakapannya memiliki hak-hak serta bertindak sendiri dalam melaksanakan hak-haknya itu. Manusia dan Badan Hukum (PT, CV, Firma, dan sebagainya) merupakan “pembawa hak” atau sebagai “subyek hukum”.
                        b. Hukum Keluarga
                              Adalah hukum yang memuat serangkaian peraturan yang timbul dari pergaulan hidup dalam keuarga (terjadi karena perkawinan yang melahirkan anak). Hukum keluarga dapat dibagi sebagai berikut:
-          Kekuasaan Orangtua, yaitu kewajiban membimbing anak sebelum cukup umur. Kekuasaan Orangtua putus ketika seorang anak telah dewasa (21 tahun), terlalu nakal putusnya perkawinan.
-          Perwalian, yaitu seseorang/perkumpulan terenu yang bertindak sebagai wali untuk memelihara anak yatim piatu sampai cukup umur. Hal ini terjadi, misalnya, karena perkawinan kedua orangtuanya puus. Di Indonesia, wali pengawas dijalankan oleh pejabat Balai Harta Peninggalan.
-          Pengampuan, yaitu seseorang/perkumpulan tertentu yang ditunjuk hakim untuk menjadi kurator (pengampun) bagi orang dewasa yang diampuninya (kurandus) karena adanya kelainan; sakit ingatan, boros, lemah daya, tidak sanggup mengurus diri, dan berkelakuan buruk.
-          Perkawinan yaitu mengatur perbuaan-perbuatan hukum serta akibat-akibatnya antara dua pihak (laki-laki dan perempuan) dengan maksud hidup bersama untuk jangka waku yang lama menurut undang-undang. Di Indonesia, diatur dengan UU No. 1/1974.

#         Berdasarkan Tugas Dan Fungsinya
-          Hukum Material, yaitu hokum yang berisi perintah dan larangan (terdapat dalam KUHP, KUHP, KUHD)
-          Hukum Formal, yaitu hukum yang berisi tentang tata cara melaksanakan dan mempertahankan hokum material (terdapat dalam Hukum Acara Pidana, Hukum Acara Perdata, Hukum Acara Dagang)



3.      Sumber Hukum

            Terdapat beberapa pengertian tentang sumber hukum : segala sesuatu yang berupa tulisan, dokumen, naskah, dsb yang dipergunakan oleh suatu bangsa sebagai pedoman hidupnya pada masa tertentu.
            Menurut Zevenbergen, sumber hukum adalah sumber terjadinya hokum, atau sumber yang menimbulkan hukum. C.S.T. Kansil menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan sumber hukum ialah, segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata. Yang dimaksudkan dengan segala apa saja, adalah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya hukum. Sedang faktor-faktor yang merupakan sumber kekuatan berlakunya hukum secara formal artinya ialah, dari mana hukum itu dapat ditemukan, dari mana asal mulanya hukum, di mana hukum dapat dicari atau di mana hakim dapat menemukan hukum sebagai dasar dari putusannya.
Sumber-sumber Hukum ada 2 jenis yaitu:

1. Sumber-sumber hukum materiil, yakni sumber-sumber hukum yang ditinjau dari berbagai perspektif, seperti segi ekonomi, sosiologi, dan lainnya.
-          Segi ekonomi: seorang ahli ekonomi akan mengatakan, bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbulnya hukum. Seperti hukum elastisitas (hukum permintaan dan penawaran)
-          Segi sosiologi (ahli masyarakat): akan mengatakan bahwa yang menjadi sumber hukum, semua peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat. 
 
2. Sumber-sumber hukum formal, yakni sumber hukum yang berasal dari aturan-aturan hukum yang sudah mempunyai bentuk sebagai pernyataan berlakunya hokum, antara lain terdapat di dalam UU, kebiasaan, jurisprudentie, traktat dan doktrin.


a.            Undang-Undang :  ialah suatu peraturan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat yang dipelihara oleh penguasa negara. Contohnya UU, PP, Perpu dan sebagainya.
b.       Kebiasaan (costum) : ialah perbuatan yang sama yang dilakukan terus-menerus sehingga menjadi hal yang    yang selayaknya dilakukan. Contohnya adat-adat di daerah yang dilakukan turun temurun telah menjadi hukum di daerah tersebut.
c.       Keputusan-keputusan hakim (jurisprodensi) : ialah Keputusan hakim pada masa lampau pada suatu perkara yang sama sehingga dijadikan keputusan para hakim pada masa-masa selanjutnya. Hakim sendiri dapat membuat keputusan sendiri, bila perkara itu tidak diatur sama sekali di dalam UU.
d.      Traktat (treaty) : ialah perjanjian yang dilakukan oleh dua negara ataupun lebih. Perjanjian ini mengikat antara negara yang terlibat dalam traktat ini. Otomatis traktat ini juga mengikat warganegara-warganegara dari negara yang bersangkutan.
e.       Pendapat Sarjana hukum ( doktrin) : Doktrin adalah pendapat pakar senior yang biasanya merupakan sumber hukum, terutama pandangan hakim selalu berpedoman pada pakar tersebut.Doktrin bukan hanya berlaku dalam pergaulan hukum nasional, melainkan juga dalam pergaulan hukum internasional, bahkan doktrin merupakan sumber hokum yang paling penting. Begitu pula bagi penerapan hukum Islam di Indonesia, khususnya dalam perkara perceraian dan kewarisan, doktrin malah merupakan sumber hukum utama, yaitu pendapat pakar-pakar fiqh seperti Syafii, Hambali, Malik dan sebagainya.

4.      Tata Hukum Indonesia
Tata hokum Indonesia menurut Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 dapat diuraikan sebagai berikut:
1.      Undang-Undang Dasar 1945: merupakan hokum dasar tertulis Negara Republik Indonesia, yang memuat garis-garis besar hokum dalam penyelenggaraan negara.
2.      Ketetapan MPR : merupakan putusan MPRyang mengikat kedalam dan keluar sebagai pengemban kedaulatan rakyat yang ditetapkan dalam siding-sidang majelis.
3.      Undang-Undang : dibuat oleh DPR bersama Presiden (legeslatif) untuk melaksanakan UUD 1945 dan Ketetapan MPR Republik Indonesia.
4.      Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-Undang (PERPU): dibuat oleh Presiden dalam kondisi kepentingan yang memaksa dengan ketentuan sebagai berikut:
a.      PERPU harus diajukan ke DPR pada persidangan yag berikut.
b.      DPR dapat menerima atau menolak PERPU dengan tidak mengadakan perubahan,
c.       Jika diltolak DPR, PERPU itu harus cabut.
5.      Peraturan Pemerintah (PP): dibuat oleh pemerintah untuk melaksanakan perintah UU.
6.      Keputusan Presiden (Keppres) : keputusan Presiden yang bersifat mengatur dibuat Presiden untuk menjalankan fungsi dan tugasnya, yakni mengatur pelaksanaan administrasi negara dan administrasi pemerintahan.
7.      Peraturan Daerah (Perda) : merupakan peraturan untuk melaksanakan aturan hukum di atasnya dan menampung kondisi khusus dari daerah yang bersangkutan.
Peraturan Dareah ada 2, yaitu :
a.       Peraturan Daerah Provinsi dibuat DPRD Provinsi dan Gubernur.
b.      Peraturan Daerah Kabupaten dibuat DPRD Kabupaten/Kota dan Bupati/Wali Kota.

5.      Dasar Hukum Lembaga Peradilan Nasional
Dalam bidang kekuasaan kehakiman, pasal 27 ayat 1 UUD 1945 tersebut selanjunya dibuat dalam pasal-pasal tersendiri di dalam UUD 1945 seperti pasal 24, 24 A, 24 B, 24 C, 25 dan dijabarkan ke dalam beberapa produk perundang-undangan diantaranya:
1.      Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman, jo Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman jo Undang-Undang No 4 Tahun 2004.
2.      Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
3.       Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).
4.      Undang-Undang No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum
5.      Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Peradilan Hak Asasi Manusia.      


2.2       LEMBAGA PERADILAN
            Perangkat Lembaga Peradilan beserta pengertiannya

1.      Mahkamah Agung :
                Mahkamah Agung merupakan badan peradilan tertinggi di Indonesia, yang berkedudukan di Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia (Jakarta) atau dilain tempat yang ditetapkan oleh Presiden.Daerah hukumnya meliputi seluruh wilayah Indonesia dan kewajibannya terutama untuk melakukan pengawasan tertinggi atas tindakan-tindakan segala pengadilan lainnya di seluruh Indonesia, dan menjaga/menjamin agar supaya hokum dilaksanakan dengan sepatutnya.
            Mahkamah Agung terdiri dari seorang ketua, seorang wakil ketua, beberapa orang anggota (7 orang anggota) dan dibantu oleh seorang panitera dan beberapa orang panitera pengganti. Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung.
            Hakim Mahkamah Agung atau Hakim Agung diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden. Hakim Mahkamah Agung hanya ditangkap, ditahan, dituntut, digeledah dan disita barangnya atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan dari Presiden.
2.      Pengadilan Umum/Sipil :
            Pengadilan umum adalah badan pengadilan yang mengadili rakyat Indonesia pada umumnya atau rakyat sipil.
3.      Pengadilan Agama : 
            Pengadilan agama adalah pengadilan yang memeriksa dan memutuskan perkara-perkara yang timbul antara orang-orang Islam yang berkaitan dengan nikah, rujuk, talak (perceraian), nafkah, waris, dan lain-lainnya. Dalam hal tertentu keputusan pengadilan agama dapat dinyatakan berlaku dalam pengadilan negeri.
4.      Pengadilan Militer :
            Pengadilan militer adalah pengadilan yang mengadili anggota-anggota /TNI yang meliputi angkatan udara, laut, darat.anggota kepolisian sekarang ini tidak tunduk pada pengadilan militer, tetapi pada pengadilan umum.
5.      Pengadilan Tata Usaha Negara :
            Pengadilan Tata Usaha Negara adalah badan pengadilan yang mengadili perkara-perkara yang berhubungan dengan administrasi pemerintah.


1.      Klasifikasi Lembaga Peradilan :
a.       Pengadilan Sipil:
1.      Pengadilan Umum :
a.       Pengadilan Negeri
b.      Pengadilan Tinggi
c.       Pengadilan Agung
2.      Pengadilan Khusus :
a.       Pengadilan Agama
b.      Pengadilan Adat
c.       Pengadilan Tata Usaha Negara (Administrasi Negara)
b.      Pengadilan Militer:
1.      Pengadilan Tentara
2.      Pengadilan Tentara Tinggi
3.      Pengadilan Tentara Agung

2.      Tingkatan Lembaga Peradilan
     Tingkatan Lembaga Peradilan di Indonesia sebagai berikut :
1.      Pengadilan Tingkat Pertama : Pengadilan tingkat pertama untuk Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Militer berkedudukan di daerah tingkat Kabupaten/Kota.
2.      Pengadilan Tingkat Kedua : Pengadilan tingkat kedua disebut juga Pengadilan Tinggi yang dibentuk dengan Undang-Undang. Daerah hukum Pengadilan Tingkat Kedua (Pengadilan Tinggi) berkedudukan di ibu kota provinsi.
3.      Pengadilan Tinggi Ketiga : Mahkamah Agung sebagai pemegang pengadilan negara tertinggi, berkedudukan di ibu kota Negara Republik Indonesia atau di lain tempat yang ditetapkan oleh Presiden. Tiap-tiap bidang dipimpin oleh seorang Ketua Muda yang dibantu oleh beberapa Hakim Anggota.

3.      Peran Lembaga Peradilan
            Salah satu hal yang penting untuk diingat dalam membahas peranan lembaga peradilan adalah pelaksanaan fungsi dan wewenang lembaga peradilan di Indonesia yang disinyalir adanya kemungkinan terjadinya tirani hukum. Tirani hukum dapat terjadi ketika hukum yang dibuat oleh lembaga yang berwenang tidak baik dan tidak adil, karena tidak memperlihatkan penghargaan terhadap hak azasi manusia.

Ada dua faktor utama yang menyebabkan terjadinya tirani hukum:
- Faktor perangkat aturan hukum yang substansinya mencerminkan ketidakadilan
- Faktor penegak hukum, khususnya lembaga peradilan (mafia peradilan)
Tirani hukun dapat dicegah dengan jalan memberi kesempatan bagi rakyat untuk mengontrol proses pembuatan hukum. Menurut pendapat dari M. Fajrul Falaakh, menyatakan bahwa kemandirian lembaga peradilan dapat membawa ekses terjadinya penindasan oleh kalangan professional (hakim). Ekses inilah yang kemudian berkembang menjadi istilah mafia peradilan.
Ada tiga hal yang harus dilakukan agar lembaga kehakiman (peradilan) tetap mandiri namun tidak lalim atau tidak ada mafia peradilan:
1. menetapkan mekanisme pertanggungjawaban kehakiman kepada publik.
2. menetapkan mekanisme pemilihan hakim yang lebih demokratis.
3. hakim dalam memutuskan perkara pidana menggunakan peraturan perundangan yang besar hukuman dengan batas minimal bukan batas maksimal.

1.      Lembaga Peradilan Tingkat Pertama (Pengadilan Negeri)
Memeriksa dan memutuskan sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam Undang-Undang, khusus tentang:
- Sah atautidasknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian tuntutan.
- Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkaranya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
2.      Lembaga Peradilan Tingkat Kedua (Pengadilan Tinggi)
Fungsi pengadilan tingkat kedua:
- Memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir sengketa wewenang mengadili antar Pengadilan Negeri di dalam wilayah hukum kerjanya (dalam satu provinsi).
-    Memberi pimpinan kepada Pengadilan Negeri di dalam daerah hukumnya.
- Melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan di dalam daerah hukumnya dan menjaga supaya peradilan itu diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya.
- Perbuatan Hakim Pengadilan Negeri di dalam daerah hukumnya diawasi dengan teliti oleh Pengadilan Tinggi
- Untuk kepentingan negara dan keadilan, Pengadilan Tinggi dapat memberi peringatan, tegoran dan petunjuk yang dipandang perlu kepada Pengadilan Negeri dalam daerah hukumnya.
Wewenang Pengadilan Tingkat Kedua:
- Untuk memerintah pengiriman berkas-berkas perkara dan surat-surat untuk memberi penilaian tentang kecakapan dan kerajinan para hakim, sebagai catatan.
- Mengadili perkara yang diputus oleh pengadilan negeri dalam hukumnya yang dimintakan banding.
3. Lembaga Peradilan Tingkat Ketiga atau Kasasi (Mahkamah Agung)
Fungsi Pengadilan Tingkat Ketiga atau Kasasi (Mahkamah Agung):
-  Sebagai puncak semua peradilan dan sebagai pengadilan tertinggi untuk semua lingkungan peradilan dan memberi pimpinan kepada pengadilan-pengadilan yang bersangkutan.
- Melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan di seluruh Indonesia dan menjaga supaya peradilan diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya.
-  Mengawasi dengan cermat semua perbuatan-perbuatan para hakim di semua lingkungan peradilan
- Untuk kepentingan negara dan keadilan. Mahkamah Agung memberi peringatan, teguran dan petunjuk yang dipandang perlu baik dengan surat tersendiri maupun dengan surat edaran.
Selain keempat fungsi Mahkamah Agung (Lembaga Peradilan Tingkat Ketiga) di atas, Mahkamah Agung juga memliki fungsi untuk memberi keterangan, pertimbangan dan nasihat tentang soal-soal yang berhubungan dengan hukum apabila hal itu diminta oleh Pemerintah.
Wewenang Pengadilan Tingkat Ketiga atau Kasasi (Mahkamah Agung):
-   Mengadili semua perkara yang dimintakan kasasi
- Meminta keterangan dari semua pengadilan di semua lingkungan peradilan. Mahkamah Agung dalam hal ini dapat memerintahkan agar berkas-berkas perkara dan surat-surat disampaikan untuk dipertimbangan
Dalam hal kasasi, yang menjadi wewenang Mahkamah Agung adalah membatalkan atau menyatakan tidak sah putusan hakim karena putusan itu salah atau tidak sesuai undang-undang. Hal tersebut dapat terjadi karena:
- Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya perbuatan yang bersangkutan
- Melampaui batas wewenang
- Salah menerapkan atau karena melanggar peraturan-peraturan hukum yang berlaku
Permohonan suatu kasasi dapat dilakukan oleh orang-orang dalam perkara berikut:
- Dalam hal perkara perdata, oleh pihak-pihak yang berpekara. Permohonan demikian hanya dapat diterima apabila upaya-upaya hukum biasa yang dapat digunakan telah dimanfaatkan
- Dalam perkara pidana, dapat dilakukan oleh terpidana atau jaksa yang bersangkutan sebagai pihak-pihak ketiga yang dirugikan

3.3              SIKAP YANG SESUAI DENGAN HUKUM

1.      Perbuatan yang sesuai dengan hukum.
Ada beberapa upaya yang memadai untuk mengetahui secara kualitatif, tinggi atau rendahnya kesadaran hukum masyarakat adanya kesadaran hukum masyarakat sehingga pengamatan seksama dapat terungkap adanya petunjuk-petunjuk daripada kesadaran hukum seperti :
a.       Pengetahuan houkum
b.      Pemahaman terhadap kaidah-kaidah/norma-norma hukum
c.       Sikap terhadap kaidah-kaidah/norma-norma hukum
d.      Perilaku terhadap hukum
2.      Perbuatan yang bertentangan dengan hukum dalam bentuk pelanggaran
Yang dimasud dengan pelanggaran hokum di dalam KUHP (KItab Undang – Undang HUkum Pidana) adalah hal – hal kecil atau ringan yang diancam dengan hukuman denda. Seperti mengendarai sepeda motor melanggar rambu – rambu lalu lintas, mengendarai sepeda motor tidak memakai helm, tidak membawa SIM atau STNK dan sebagainya.
Tindak kejahatan seperti, pembunuhan berencana, pembunuhan pemberatan dan pembunuhan biasa, ada pula pencurian dengan berencana, pencurian pemberatan dan pencurian biasa dan banyak lagi perbuatan pidana yang diatur dalam KUHP.
3.      Menurut pasal 10 KUHP macam – macam hukuman adalah sebagai berikut :
1.      Hukuman Pokok
-          Hukuman Mati
-          Hukuman Penjara yang terdiri dari :
a.       Hukuman Penjara seumur hidup
b.      Hukuman Penjara Sementara waktu (setinggi – tingginya 20 tahun dan sekurang – kurangnya 1 tahun)
c.       Hukuman Kurungan (setinggi – tingginya 1 tahun dan sekurang – kurangnya 1 hari)

2.      Hukuman Tambahan
Hukuman Tambahan ini terdiri dari :
-        Pencabutan Hak – hak tertentu
-        Perampasan (penyitaan) barang – barang tertentu
-        Pengumuman Keputusan Hakim

2.4                            PEMBERANTASAN KORUPSI
1.     Pengertian korupsi
Korupsi berarti [enyelewengan atau penggelapan uang (negara atau perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.
Perilaku korup menunjuk pada sikap suka menerima uang suap dan memakai kekuasaan yang dimilikinya untuk kepentingan pribadi atau kelompok sendiri.

2.     Dasar Hukum pemberantasan korupsi
a.       Tap MPR-RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme.
b.      Tap MPR-RI No. VIII/MPR/2001 tentang rekomendasi arah dan kebijakan pemberantasan dan pencegahan korupsi , kolusi, dan nepotisme.
c.       Undang-Undang No. 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme.
d.      Undang-Undang No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang no.31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

3.      Klasifikasi penyebab terjadinya perbuatan korupsi
1.      Tanggungjawab profesi, moral dan sosial yg rendah
2.      Sanksi yg lemah dan penerapan hukum yg tidak konsisten dari institusi penegak hukum, institusi pemeriksa/pengawas yg tidak bersih/independen
3.      Rendahnya disiplin/kepatuhan terhadap Undang-undang dan Peraturan
4.      Kehidupan yg konsumtif, boros dan serakah (untuk memperkaya diri)
5.      Lemahnya pengawasan berjenjang (internal) dalam pelaksanaan tugas, pokok dan fungsi (TUPOKSI) pekerjaan
6.      Kurangnya keteladanan dari atasan/pimpinan
7.      Hilangnya rasa malu ber KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme)
8.      Wewenang yg besar tidak diikuti evaluasi laporan kinerja
9.      Kesempatan yg terbuka
10.  Lemahnya pengawasan eksternal
11.  Belum efektifnya pengawasan masyarakat lembaga legislatif, terutama di daerah
12.  Aturan tidak jelas
13.  Budaya memberi upeti/tips
14.  Pengaruh lingkungan social
15.  Penghasilan yg rendah dibandingkan dgn kebutuhan hidup yg layak
16.  Sikap permisif/serba membolehkan dalam masyarakat, dan sungkan utk saling mengingatkan
17.  Rendahnya kepedulian terhadap kehidupan masyarakat
18.  Lemahnya penghayatan Pancasila dan pengalaman agama.
 
4.      Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia
1.      Upaya Pencegahan (Preventif)
a.       Menanamkan aspirasi,semangat ,dan spirit nasional yang positif dengan mengutamakan kepentingan nasional, kejujuran serta pengabdian pada bangsa dan negara melalui sistem pendidikan formal, non-formal, dan pendidikan agama.
b.      Melakukan sistem penerimaan pegawai berdasarkan perinsip achievement atau keterampilan teknis dan tidak lagi berdasarkan norma ascription yang dapat membuka peluang berkembangnya nepotisme. (Rekruitmen pejabat secara adil dan terbuka).
c.       Para pemimpin dan pejabat selalu dihimbau untuk memberikan keteladanan, dengan mematuhi pola hidup sederhana, dan memiliki rasa tanggung jawab sosial yang tinggi. (Pengawasan dari atasan terkait semakin ditingkatkan)
d.      Memiliki kelancaran layanan administrasi pemerintah, untuk para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa tua.
e.       Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi. (Peningkatan kualitas kerja)
f.       Sistem budget dikelola oleh pejabat-pejabat yang mempunyai tanggung jawab etis tinggi; dibarengi sistem kontrol yang efisien.
g.      Kekuasaan herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan perorangan “pejabat” yang mencolok.
h.      Berusaha untuk melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan, melalui penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan dibawahnya.
i.        Keterlibatan media massa dalam upaya mengurangi terjadinya KKN
j.        Pembentukan UU dan lembaga yang mempersempit terjadinya KKN.

2.      Upaya Penindakan (Kuratif/Refresif):
Dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar dengan diberikan peringatan, pemecatan tidak hormat, dan dihukum pidana. Bebrapa contoh penanganan kasus :
a)      Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov Rusia milik Pemda NAD (2004)
b)      Menahan konsul jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga melakukan pubngutan liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian
c)      Dugaan korupsi dalam proyek program pengadaan BUsway pada pemda DKI Jakarta (2004)
d)     Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merigiksn keuangan Negara Rp. 10 Miliyar lebih (2004)
e)      Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment dan placement deposito dari BI kepada PT Texmaco Group melalui Bank BNI (2004)

Adapun upaya penindakan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Pelaku KKN ditindaj tegas dan adil
2. Pemberian hukuman sosial kepada pelaku KKN
3. Menekankan kepada pemerintah dan lembaga penegak hukum untuk segera memproses secara hukum terhadap pelaku KKN
4. Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa :
a. Memiliki rasa tanggung jawab
b. Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh
c. Melakukan kontrol sosial
d. Membuka wawasan seluas-luasnya
e. Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan
4. Upaya Edukasi LSM

Beberapa organisasi tentang korupsi
a. Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah sebuah organisasi non pemerintah yang mempunyai misi untuk mengawasi dan melaporkan kepada public mengenai aksi korupsi di Indonesia,
b. Transparancy International (TI) adalah sebuah organisasi internasional yang bertujuan memerangi korupsi politik.

a.      Peran Serta Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi Di Indonesia
1.      Praktik KKN Dalam Penyelenggaraan Negara
            Praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) di Indonesia tergolong cukup tinggi. Contoh di bidang perbankan khususnya, keberadaan UU No. 10 Tahun 1998 ternyata tidak cukup ampuh menjerat atau membuat jera para pelaku KKN. Dari data yang ada , diketahui ada beberapa kasus yang cukup mencolok dengan nominal kerugian negara yang cukup besar.
            Sebutlah kasus penyelewengan dana BLBI yang sampai saat ini sudah berlangsung hampir 10 tahun tidak selesai. Para tersangka pelakunya masih ada yang menghirup udara bebas, dan bahkan ada yang di vonis bebas dan masih leluasa menjalankan aktivitas bisnisnya. Yang lebih parah lagi, terungkap juga bukti penyuapan yang melibatkan salah satu pejabat Jampidsus baru- baru ini.
            Kasus perbankan lain yang cukup menarik perhatian masyarakat adalah LC fiktif yang merugikan Negara sampai 1.7 Triliun, jumlah uang yang cukup fenomental jika dilihat dari jumlah pelaku yang beberapa gelintir saja. Ini lebih besar dari laba bersih setahun yang bisa diraih BNI tahun 2004.
            Peraturan yang mengatur bisnis perbankan sudah cukup lengkap. Sebut saja UU No. 10 Tahun 1998 yang merupakan penyempurnaan dari UU No.7 Tahun 1992, sudah sedemikian detail mengatur tentang segala definisi pelanggaran perbankan beserta sanksi yang diancamkan. Sistem audit baik Internal maupun eksternal juga sudah sedemikian lengkap mengatur pengawasan operasional perbankan. Namun masih saja bisa di cari-cari celah untuk melakukan penyimpangan.

2.      Akibat dari KKN
Ekonomi
1.      Anggaran Negara membengkak
2.      Uang Negara ada yang hilang
3.      Kepercayaan investor baik dalam negeri maupun luar negeri kepada pemerintah semakin berkurang
4.      Pertumbuhan ekonomi terganggu
5.      Investasi yang dilakukan oleh pemerintah tidak efektif
6.      Kondisi ekonomi makro tidak stabil

Sosial Politik
1.      Keridakmampuan berbagai kebijakan menjawab permasalahan
2.      Munculnya kebijakan yang justru akan membebani masyarakat
3.      Kewibawaan pemerintah semakin berkurang
4.      Kebutuhan masyarakat semakin terabaikan
5.      Norma-norma dalam masyarakat semakin hilang
6.      Mekanosme pemerintahan semakin rusak
7.      Kekerasan politik semakin merajalela
8.      Sulit melakukan rekrutmen pejabat yang bersih

Budaya
1.      Profesionalisme kurang dihargai
2.      Kreativitas semakin berkurang
3.      Pola hidup konsumtif dan suka menempuh jalan pintas
4.      Rusaknya moral masyarakat
5.      Maraknya kekerasan yang terorganisir

3.      Macam-macam Gerakan atau Organisasi Anti Korupsi

Untuk mengembangkan teknik pengorganisasian rakyat ada baiknya jika melihat metode yang dikembangkan Paulo Freire, berupa lingkaran penyadaran, pendidikan penyadaran dan aksi-aksi kultural. Metode yang dikembangkan Freire ini berangkat dari prinsip belajar dari masalah. Rakyat bukan manusia tanpa pengalaman, melainkan pihak dengan pengalaman yang kaya, yang karena itu rakyat tidak bisa dijadikan sebagai sasaran penampungan gagasan-gagasan yang keluar dari pengalaman rakyat sendiri. Yang diperlukan adalah bagaimana memfasilitasi agar rakyat dapat membebaskan diri serta menyadari apa yang terjadi dilingkungannya.
Cara yang dipakai oleh Freire dengan pengajaran melek huruf, yang menggunakan prinsip tersebut. Jadi pelajaran melek huruf bukan semata-mata untuk keperluan membuat orang bisa membaca, melainkan juga mengantarkan mereka untuk menyadari situasi ketertindasan atau ketidakberdayaan (didalam praktek-praktek korupsi) yang ada serta sebab-sebab mengapa mereka dalam kondisi yang demikian.
Metode ini dimulai dari tahap:
  1. menjadikan pengalaman nyata sebagai dasar. Para peserta pelatihan diminta mengemukakan pengalaman mereka yang paling aktual, atau yang paling penting;
  2. setelah pengalaman dikumpulkan (diinventarisir), kemudian dibahas, dianalisis untuk melihat kaitan antara suatu fakta (pengalaman) dengan pengalaman yang lain;
  3. menyimpulkan hasil analisis tersebut untuk kemudian dijadikan dasar untuk melakukan tindakan tertentu; dan
  4. membuat agenda baru untuk melakukan tindakan tertentu. Selanjutnya proses diulang kembali, sesuai dengan pengalaman baru yang ada.
Formulasi dasar dari Freire adalah suatu proses pengorganisasian (dimana pendidikan ada di dalamnya), adalah proses yang ditempa dan dibangun bersama dan karena itu berdiri diatas prinsip aksi dan refleksi. Tindakan yang dibangun tidak lepas dari upaya-upaya untuk meningkatkan kesadaran dan daya kritis, sehingga tidak terjebak dalam bentuk-bentuk dominasi baru yang pada dasarnya membelenggu rakyat. Prinsip dasar dari pengorganisasian anti korupsi ini adalah membangun kekuatan rakyat untuk melawan praktek-praktek korupsi.
Pengalaman rakyat yang terlalu jamak menemukan dan menjadi korban praktek-praktek korupsi ditempatkan sebagai basis utama untuk menggugah kesadaran rakyat akan situasi ketidakberdayaan. Jadi praktek pengorganisasian bukan sejenis pekerjaan indoktrinasi, melainkan kerja-kerja yang membenturkan rakyat dengan problem keseharian, dan mendorong rakyat untuk bisa memahami apa yang sudah terjadi dan mungkin terabaikan oleh mereka sendiri.
Pengorganisasian rakyat berbeda dengan membuat organisasi yang lengkap dengan anggaran dasar dan susunan pengurus yang sistematis. Pengorganisasian dalam konteks ini diabdikan untuk mengubah keadaan yang menindas, tidak memberdayakan, menjadi keadaan dimana rakyat sebagai konsumen layanan institusi publik pada saat yang bersamaan mendapat ruang mengawasi pengelolaan urusan publik. Dengan demikian, pengorganisasian bukan sekedar jalan membentuk solidaritas untuk membentengi rakyat, melainkan untuk merubah keadaan.


1 komentar: