BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Sistem berasal
dari bahasa Yunani ”systema” yang dapat diartikan sebagai
keseluruhan yang terdiri dari macam-amacam bagian. Dalam suatu sistem yang baik
tidak boleh terdapat suatu pertentangan atau benturan antara bagian-bagian.
Selain itu juga tidak boleh terjadi duplikasi atau tumpang tindih diantara
bagian-bagian itu. Suatu sistem mengandung beberapa asas yang menjadi pedoman
dalam pembentukannya.
Bagian-bagian dari hukum merupakan unsur-unsur yang mendukung hukum sebagai suatu kesatuan (integral) dalam suatu jaringan dengan hubungan yang fungsional, resiprosal dan interdepedensi. Misal antara HTN, HAN, hukum pidana, hukum perdata, dst yang mengarah pada tujuan yang sama yaitu menciptakan kepastian hukum keadilan dan kegunaan.
Bagian-bagian dari hukum merupakan unsur-unsur yang mendukung hukum sebagai suatu kesatuan (integral) dalam suatu jaringan dengan hubungan yang fungsional, resiprosal dan interdepedensi. Misal antara HTN, HAN, hukum pidana, hukum perdata, dst yang mengarah pada tujuan yang sama yaitu menciptakan kepastian hukum keadilan dan kegunaan.
Dengan kata kata lain sistem hukum adalah suatu kumpulan
unsur-unsur yang ada dalam interaksi satu sama lain yang merupakan satu
kesatuan yang terorganisasi dan kerjasama ke arah tujuan kesatuan.
Hukum mempunyai sifat mengatur dan memaksa. Hukum bertujuan semata-mata untuk
mencapai keadilan. Sebagai unsur keadilan, ada kepentingan daya guna dan
kemanfaatan.
Ingin mengatur secara pasti hak-hak
dan kewajiban lembaga tertinggi negara, lembaga-lembaga tinggi negara, semua
pejabat negara, setiap warga Indonesia agar semuanya dapat melaksanakan
kebijaksanaan-kebijaksanaan dan tindakan-tindakan demi terwujudnya tujuan
nasional bangsa Indonesia, yaitu terciptanya masyarakat yang terlindungi oleh
hukum, cerdas, terampil, cinta dan bangga bertanah air Indonesia dalam suasana
hidup makmur dan adil berdasarkan falsafah Pancasila.
BAB II
PEMBAHASAN
SISTEM HUKUM DAN
PERADILAN NASIONAL
2.1 HUKUM DAN PERADILAN NASIONAL
1.
Pengertian
Sistem Hukum
Sistem hukum merupakan suatu proses atau
rangkaian hukum yang melibatkan berbagai alat kelengkapan hukum dan berbagai
unsur yang terdapat di dalamnya, mulai dari hokum itu dibuat, diterapkan dan
dipertahankan.
2.
Penggolongan
Hukum
#
Berdasarkan
Wujudnya
- Hukum tertulis, yaitu hukum yang
dapat kita temui dalam bentuk tulisan dan dicantumkan dalam berbagai peraturan
negara.
- Hukum tidak tertulis, yaitu hukum
yang masih hidup dan tumbuh dalam keyakinan masyarakat tertentu (hukum adat).
Alam praktik ketatanegaraan hukum tidak tertulis disebut konvensi (Contoh:
pidato kenegaraan presiden setiap tanggal 16 Agustus)
#
Berdasarkan
Ruang atau Wilayah Berlakunya
- Hukum lokal, yaitu hukum yang
hanya berlaku di daerah tertentu saja (hukum adat Manggarai-Flores, hukum adat
Ende Lio-Flores, Batak, Jawa Minangkabau, dan sebagainya.
- Hukum nasional, yaitu hukum yang
berlaku di negara tertentu (hukum Indonesia, Malaysia, Mesir dan sebagainya).
- Hukum internasional, yaiu hukum
yang mengatur hubungan antara dua negara atau lebih (hukum perang, hukum
perdata internasional, dan sebagainya).
#
Berdasarkan
Waktu yang Diaturnya
- Hukum yang berlaku saat ini (ius
constitutum); disebut juga hukum positif
- Hukum yang berlaku pada waktu yang
akan datang (ius constituendum).
- Hukum antarwaktu, yaitu hukum yang
mengatur suatu peristiwa yang menyangkut hukum yang beraku saat ini dan hukum
yang berlaku pada masa lalu.
#
Berdasarkan
Pribadi yang Diaturnya
-
Hukum satu golongan, yaitu hukum yang mengatur dan berlaku hanya bagi golongan tertentu
saja.
-
Hukum semua golongan, yaitu hukum yang mengatur dan berlaku bagi semua
golongan.
-
Hukum antargolongan yaitu hukum yang mengatur dua orang atau lebih yang
masing-masingnya tunduk pada hukum yang berbeda.
#
Berdasarkan
Isi Masalah yang Diaturnya
Berdasarkan isi masalah yang
diaturnya, hukum dapat dibedakan menjadi: hukum publik dan hukum privat.
- Hukum Publik,
yaitu hukum yang mengaur hubungan antara warga negara dan negara yang
menyangkut kepentingan umum. Dalam arti formal, hukum publik mencakup Hukum
Tata Negara Hukum Administrasi Negara, hukum Pidana dan Hukum Acara.
a. Hukum Tata Negara
Hukum
Tata Negara mempelajari negara tertentu, seperti bentuk negara, bentuk
pemerintahan, hak-hak asasi warga negara, alat-alat perlengkapan negara, dan
sebagainya. Singkatnya mempelajari hal-hal yang bersifat mendasar bagi negara.
b.
Hukum Administrasi Negara
Adalah
Seperangkat peraturan yang mengatur cara bekerja alat-alat perlengkapan negara
termasuk cara melaksanakan kekuasaan dan wewenang yang dimiliki oleh setiap
organ negara. Singkatnya mempelajari hal-hal yang bersifat teknis dari negara.
c.
Hukum Pidana
Adalah hukum yang mengatur
pelangaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan hukum yang
diancam dengan sanksi piana tertentu. Dalam KUHP (Kitab Undang-undang Hukum
Pidana), pelanggaran (Ovrtredingen) adalah perbuatan yang melanggar
(ringan) dengan ancaman denda. Sedangkan kejahaan (misdrijven) adalah
perbuatan yang melanggar (berat) seperti pencurian, penganiayaan, pembunuhan
dan sebagainya.
d. Hukum Acara
Disebut juga hukum formal (Pidana dan
Perdata), hukum acara adalah seperangkat aturan yang berisi tata cara
menyelesaikan, melaksanakan atau mempertahankan hukum material. Di dalam Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) No.8/1981 diatur tata cara
penangkapan, penahanan, penyitaan dan penuntutan. Selain iu juga diatur
siapa-siapa yang berhak melakukan penyitaan, penyelidikan, pengadilan yang
berwenang, dan sebagainya.
-
Hukum Privat (Hukum Perdata), adalah hukum
yang mengatur kepentingan orang-perorangan. Perdata, berarti warga negara
pribadi, atau sipil. Sumber pokok hukum perdata adalah Buergelijk Wetboek (BW).
Dalam arti luas hukum privat (perdata) mencakup juga Hukum Dagang dan hukum
Adat. Hukum Perdata dapat dibagi sebagai berikut:
a. Hukum Perorangan
Adalah himpunan peraturan yang mengatur
manusia sebagai subjek hukum dan tentang kecakapannya memiliki hak-hak serta
bertindak sendiri dalam melaksanakan hak-haknya itu. Manusia dan Badan Hukum
(PT, CV, Firma, dan sebagainya) merupakan “pembawa hak” atau sebagai “subyek
hukum”.
b. Hukum Keluarga
Adalah hukum yang memuat serangkaian
peraturan yang timbul dari pergaulan hidup dalam keuarga (terjadi karena
perkawinan yang melahirkan anak). Hukum keluarga dapat dibagi sebagai berikut:
-
Kekuasaan Orangtua, yaitu
kewajiban membimbing anak sebelum cukup umur. Kekuasaan Orangtua putus ketika
seorang anak telah dewasa (21 tahun), terlalu nakal putusnya perkawinan.
-
Perwalian,
yaitu seseorang/perkumpulan terenu yang bertindak sebagai wali untuk memelihara
anak yatim piatu sampai cukup umur. Hal ini terjadi, misalnya, karena
perkawinan kedua orangtuanya puus. Di Indonesia, wali pengawas dijalankan oleh
pejabat Balai Harta Peninggalan.
-
Pengampuan, yaitu
seseorang/perkumpulan tertentu yang ditunjuk hakim untuk menjadi kurator
(pengampun) bagi orang dewasa yang diampuninya (kurandus) karena adanya
kelainan; sakit ingatan, boros, lemah daya, tidak sanggup mengurus diri, dan
berkelakuan buruk.
-
Perkawinan yaitu
mengatur perbuaan-perbuatan hukum serta akibat-akibatnya antara dua pihak
(laki-laki dan perempuan) dengan maksud hidup bersama untuk jangka waku yang
lama menurut undang-undang. Di Indonesia, diatur dengan UU No. 1/1974.
#
Berdasarkan
Tugas Dan Fungsinya
-
Hukum Material,
yaitu hokum yang berisi perintah dan larangan (terdapat dalam KUHP, KUHP, KUHD)
-
Hukum Formal,
yaitu hukum yang berisi tentang tata cara melaksanakan dan mempertahankan hokum
material (terdapat dalam Hukum Acara Pidana, Hukum Acara Perdata, Hukum Acara
Dagang)
3.
Sumber
Hukum
Terdapat beberapa pengertian tentang
sumber hukum : segala sesuatu yang berupa tulisan, dokumen, naskah, dsb yang
dipergunakan oleh suatu bangsa sebagai pedoman hidupnya pada masa tertentu.
Menurut Zevenbergen, sumber hukum adalah
sumber terjadinya hokum, atau sumber yang menimbulkan hukum. C.S.T. Kansil
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan sumber hukum ialah, segala apa saja yang
menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni
aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.
Yang dimaksudkan dengan segala apa saja, adalah faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap timbulnya hukum. Sedang faktor-faktor yang merupakan sumber kekuatan
berlakunya hukum secara formal artinya ialah, dari mana hukum itu dapat
ditemukan, dari mana asal mulanya hukum, di mana hukum dapat dicari atau di
mana hakim dapat menemukan hukum sebagai dasar dari putusannya.
Sumber-sumber Hukum ada 2 jenis
yaitu:
1. Sumber-sumber hukum materiil, yakni sumber-sumber hukum yang ditinjau dari berbagai perspektif, seperti segi ekonomi, sosiologi, dan lainnya.
-
Segi
ekonomi: seorang ahli ekonomi akan mengatakan, bahwa kebutuhan-kebutuhan
ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbulnya hukum. Seperti hukum
elastisitas (hukum permintaan dan penawaran)
-
Segi
sosiologi (ahli masyarakat): akan mengatakan bahwa yang menjadi sumber hukum,
semua peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat.
2. Sumber-sumber hukum formal, yakni sumber hukum yang berasal dari aturan-aturan hukum yang sudah mempunyai bentuk sebagai pernyataan berlakunya hokum, antara lain terdapat di dalam UU, kebiasaan, jurisprudentie, traktat dan doktrin.
a.
Undang-Undang :
ialah suatu peraturan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat yang
dipelihara oleh penguasa negara. Contohnya UU, PP, Perpu dan sebagainya.
b.
Kebiasaan (costum) : ialah perbuatan yang sama yang
dilakukan terus-menerus sehingga menjadi hal yang yang selayaknya dilakukan. Contohnya
adat-adat di daerah yang dilakukan turun temurun telah menjadi hukum di daerah
tersebut.
c.
Keputusan-keputusan hakim
(jurisprodensi)
:
ialah Keputusan hakim pada masa
lampau pada suatu perkara yang sama sehingga dijadikan keputusan para hakim
pada masa-masa selanjutnya. Hakim sendiri dapat membuat keputusan sendiri, bila
perkara itu tidak diatur sama sekali di dalam UU.
d.
Traktat (treaty) :
ialah perjanjian yang dilakukan oleh
dua negara ataupun lebih. Perjanjian ini mengikat antara negara yang terlibat
dalam traktat ini. Otomatis traktat ini juga mengikat warganegara-warganegara
dari negara yang bersangkutan.
e.
Pendapat Sarjana hukum ( doktrin) :
Doktrin adalah pendapat pakar senior yang biasanya
merupakan sumber hukum,
terutama pandangan hakim selalu berpedoman pada pakar
tersebut.Doktrin bukan hanya berlaku dalam pergaulan hukum nasional, melainkan
juga dalam pergaulan hukum internasional, bahkan doktrin
merupakan sumber hokum
yang paling penting.
Begitu pula bagi penerapan hukum Islam di
Indonesia, khususnya dalam perkara
perceraian dan kewarisan, doktrin malah merupakan
sumber hukum utama, yaitu
pendapat pakar-pakar fiqh seperti Syafii, Hambali,
Malik dan sebagainya.
4.
Tata
Hukum Indonesia
Tata
hokum Indonesia menurut Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 dapat diuraikan sebagai
berikut:
1.
Undang-Undang
Dasar 1945: merupakan hokum dasar tertulis Negara
Republik Indonesia, yang memuat garis-garis besar hokum dalam penyelenggaraan
negara.
2.
Ketetapan
MPR : merupakan putusan MPRyang mengikat kedalam dan
keluar sebagai pengemban kedaulatan rakyat yang ditetapkan dalam siding-sidang
majelis.
3.
Undang-Undang
: dibuat oleh DPR bersama Presiden (legeslatif) untuk
melaksanakan UUD 1945 dan Ketetapan MPR Republik Indonesia.
4.
Peraturan
Pemerintah sebagai Pengganti Undang-Undang (PERPU): dibuat oleh Presiden dalam kondisi
kepentingan yang memaksa dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
PERPU
harus diajukan ke DPR pada persidangan yag berikut.
b.
DPR
dapat menerima atau menolak PERPU dengan tidak mengadakan perubahan,
c.
Jika
diltolak DPR, PERPU itu harus cabut.
5.
Peraturan
Pemerintah (PP): dibuat oleh pemerintah untuk
melaksanakan perintah UU.
6.
Keputusan
Presiden (Keppres) : keputusan Presiden yang bersifat
mengatur dibuat Presiden untuk menjalankan fungsi dan tugasnya, yakni mengatur
pelaksanaan administrasi negara dan administrasi pemerintahan.
7.
Peraturan
Daerah (Perda) : merupakan peraturan untuk melaksanakan
aturan hukum di atasnya dan menampung kondisi khusus dari daerah yang
bersangkutan.
Peraturan Dareah ada 2, yaitu :
a. Peraturan
Daerah Provinsi dibuat DPRD Provinsi dan Gubernur.
b. Peraturan
Daerah Kabupaten dibuat DPRD Kabupaten/Kota dan Bupati/Wali Kota.
5.
Dasar
Hukum Lembaga Peradilan Nasional
Dalam
bidang kekuasaan kehakiman, pasal 27 ayat 1 UUD 1945 tersebut selanjunya dibuat
dalam pasal-pasal tersendiri di dalam UUD 1945 seperti pasal 24, 24 A, 24 B, 24
C, 25 dan dijabarkan ke dalam beberapa produk perundang-undangan diantaranya:
1. Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman, jo Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman jo Undang-Undang No
4 Tahun 2004.
2. Undang-Undang
No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
3. Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).
4. Undang-Undang
No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum
5. Undang-Undang
No. 26 Tahun 2000 tentang Peradilan Hak Asasi Manusia.
2.2 LEMBAGA PERADILAN
Perangkat Lembaga Peradilan beserta pengertiannya
1. Mahkamah Agung :
Mahkamah Agung
merupakan badan peradilan tertinggi di Indonesia, yang berkedudukan di Ibu kota
Negara Kesatuan Republik Indonesia (Jakarta) atau dilain tempat yang ditetapkan
oleh Presiden.Daerah hukumnya meliputi seluruh wilayah Indonesia dan
kewajibannya terutama untuk melakukan pengawasan tertinggi atas
tindakan-tindakan segala pengadilan lainnya di seluruh Indonesia, dan
menjaga/menjamin agar supaya hokum dilaksanakan dengan sepatutnya.
Mahkamah Agung terdiri dari seorang
ketua, seorang wakil ketua, beberapa orang anggota (7 orang anggota) dan
dibantu oleh seorang panitera dan beberapa orang panitera pengganti. Ketua dan
Wakil Ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung.
Hakim Mahkamah Agung atau Hakim
Agung diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan
dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden. Hakim Mahkamah
Agung hanya ditangkap, ditahan, dituntut, digeledah dan disita barangnya atas
perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan dari Presiden.
2.
Pengadilan
Umum/Sipil :
Pengadilan umum adalah badan
pengadilan yang mengadili rakyat Indonesia pada umumnya atau rakyat sipil.
3.
Pengadilan
Agama :
Pengadilan
agama adalah pengadilan
yang memeriksa dan memutuskan perkara-perkara yang timbul antara orang-orang
Islam yang berkaitan dengan nikah, rujuk, talak (perceraian), nafkah, waris,
dan lain-lainnya. Dalam hal tertentu keputusan pengadilan agama dapat
dinyatakan berlaku dalam pengadilan negeri.
4.
Pengadilan Militer :
Pengadilan militer adalah pengadilan
yang mengadili anggota-anggota /TNI yang meliputi angkatan udara, laut,
darat.anggota kepolisian sekarang ini tidak tunduk pada pengadilan militer,
tetapi pada pengadilan umum.
5.
Pengadilan
Tata Usaha Negara :
Pengadilan Tata Usaha Negara adalah
badan pengadilan yang mengadili perkara-perkara yang berhubungan dengan
administrasi pemerintah.
1. Klasifikasi Lembaga Peradilan :
a. Pengadilan
Sipil:
1. Pengadilan
Umum :
a. Pengadilan
Negeri
b. Pengadilan
Tinggi
c. Pengadilan
Agung
2. Pengadilan
Khusus :
a. Pengadilan
Agama
b. Pengadilan
Adat
c. Pengadilan
Tata Usaha Negara (Administrasi Negara)
b. Pengadilan
Militer:
1. Pengadilan
Tentara
2. Pengadilan
Tentara Tinggi
3. Pengadilan
Tentara Agung
2. Tingkatan Lembaga Peradilan
Tingkatan Lembaga
Peradilan di Indonesia sebagai berikut :
1. Pengadilan Tingkat
Pertama : Pengadilan
tingkat pertama untuk Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, Pengadilan Tata
Usaha Negara dan Pengadilan Militer berkedudukan di daerah tingkat
Kabupaten/Kota.
2. Pengadilan Tingkat
Kedua : Pengadilan
tingkat kedua disebut juga Pengadilan Tinggi yang dibentuk dengan
Undang-Undang. Daerah hukum Pengadilan Tingkat Kedua (Pengadilan Tinggi)
berkedudukan di ibu kota provinsi.
3. Pengadilan Tinggi
Ketiga : Mahkamah
Agung sebagai pemegang pengadilan negara tertinggi, berkedudukan di ibu kota
Negara Republik Indonesia atau di lain tempat yang ditetapkan oleh Presiden.
Tiap-tiap bidang dipimpin oleh seorang Ketua Muda yang dibantu oleh beberapa
Hakim Anggota.
3.
Peran Lembaga Peradilan
Salah
satu hal yang penting untuk diingat dalam membahas peranan lembaga peradilan
adalah pelaksanaan fungsi dan wewenang lembaga peradilan di Indonesia yang
disinyalir adanya kemungkinan terjadinya tirani hukum. Tirani hukum dapat
terjadi ketika hukum yang dibuat oleh lembaga yang berwenang tidak baik dan
tidak adil, karena tidak memperlihatkan penghargaan terhadap hak azasi manusia.
Ada dua faktor utama yang menyebabkan
terjadinya tirani hukum:
-
Faktor perangkat
aturan hukum yang substansinya mencerminkan ketidakadilan
-
Faktor penegak hukum,
khususnya lembaga peradilan (mafia peradilan)
Tirani hukun dapat
dicegah dengan jalan memberi kesempatan bagi rakyat untuk mengontrol proses
pembuatan hukum. Menurut pendapat dari M. Fajrul Falaakh, menyatakan
bahwa kemandirian lembaga peradilan dapat membawa ekses terjadinya penindasan
oleh kalangan professional (hakim). Ekses inilah yang kemudian berkembang
menjadi istilah mafia peradilan.
Ada tiga hal yang harus dilakukan agar lembaga
kehakiman (peradilan) tetap mandiri namun tidak lalim atau tidak ada mafia
peradilan:
1.
menetapkan mekanisme
pertanggungjawaban kehakiman kepada publik.
2.
menetapkan mekanisme
pemilihan hakim yang lebih demokratis.
3.
hakim dalam memutuskan
perkara pidana menggunakan peraturan perundangan yang besar hukuman dengan
batas minimal bukan batas maksimal.
1.
Lembaga Peradilan Tingkat Pertama (Pengadilan
Negeri)
Memeriksa dan memutuskan sesuai dengan
ketentuan yang diatur di dalam Undang-Undang, khusus tentang:
-
Sah atautidasknya
penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian tuntutan.
-
Ganti kerugian dan
atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkaranya dihentikan pada tingkat
penyidikan atau penuntutan.
2.
Lembaga Peradilan Tingkat Kedua (Pengadilan
Tinggi)
Fungsi pengadilan tingkat kedua:
-
Memutuskan pada
tingkat pertama dan terakhir sengketa wewenang mengadili antar Pengadilan
Negeri di dalam wilayah hukum kerjanya (dalam satu provinsi).
-
Memberi pimpinan kepada Pengadilan Negeri di
dalam daerah hukumnya.
-
Melakukan pengawasan
terhadap jalannya peradilan di dalam daerah hukumnya dan menjaga supaya
peradilan itu diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya.
-
Perbuatan Hakim
Pengadilan Negeri di dalam daerah hukumnya diawasi dengan teliti oleh
Pengadilan Tinggi
-
Untuk kepentingan
negara dan keadilan, Pengadilan Tinggi dapat memberi peringatan, tegoran dan
petunjuk yang dipandang perlu kepada Pengadilan Negeri dalam daerah hukumnya.
Wewenang Pengadilan Tingkat Kedua:
-
Untuk memerintah
pengiriman berkas-berkas perkara dan surat-surat untuk memberi penilaian
tentang kecakapan dan kerajinan para hakim, sebagai catatan.
-
Mengadili perkara yang
diputus oleh pengadilan negeri dalam hukumnya yang dimintakan banding.
3.
Lembaga Peradilan
Tingkat Ketiga atau Kasasi (Mahkamah Agung)
Fungsi Pengadilan
Tingkat Ketiga atau Kasasi (Mahkamah Agung):
-
Sebagai puncak semua peradilan dan sebagai
pengadilan tertinggi untuk semua lingkungan peradilan dan memberi pimpinan
kepada pengadilan-pengadilan yang bersangkutan.
-
Melakukan pengawasan
tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan di seluruh
Indonesia dan menjaga supaya peradilan diselenggarakan dengan seksama dan
sewajarnya.
-
Mengawasi dengan cermat semua
perbuatan-perbuatan para hakim di semua lingkungan peradilan
-
Untuk kepentingan
negara dan keadilan. Mahkamah Agung memberi peringatan, teguran dan petunjuk
yang dipandang perlu baik dengan surat tersendiri maupun dengan surat edaran.
Selain keempat fungsi Mahkamah Agung (Lembaga
Peradilan Tingkat Ketiga) di atas, Mahkamah Agung juga memliki fungsi untuk
memberi keterangan, pertimbangan dan nasihat tentang soal-soal yang berhubungan
dengan hukum apabila hal itu diminta oleh Pemerintah.
Wewenang Pengadilan
Tingkat Ketiga atau Kasasi (Mahkamah Agung):
-
Mengadili semua perkara yang dimintakan kasasi
-
Meminta keterangan
dari semua pengadilan di semua lingkungan peradilan. Mahkamah Agung dalam hal
ini dapat memerintahkan agar berkas-berkas perkara dan surat-surat disampaikan
untuk dipertimbangan
Dalam hal kasasi, yang menjadi wewenang
Mahkamah Agung adalah membatalkan atau menyatakan tidak sah putusan hakim
karena putusan itu salah atau tidak sesuai undang-undang. Hal tersebut dapat
terjadi karena:
-
Lalai memenuhi
syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam
kelalaian itu dengan batalnya perbuatan yang bersangkutan
-
Melampaui batas
wewenang
-
Salah menerapkan atau
karena melanggar peraturan-peraturan hukum yang berlaku
Permohonan suatu
kasasi dapat dilakukan oleh orang-orang dalam perkara berikut:
- Dalam hal perkara
perdata, oleh pihak-pihak yang berpekara. Permohonan demikian hanya dapat
diterima apabila upaya-upaya hukum biasa yang dapat digunakan telah
dimanfaatkan
- Dalam perkara pidana,
dapat dilakukan oleh terpidana atau jaksa yang bersangkutan sebagai pihak-pihak
ketiga yang dirugikan
3.3
SIKAP YANG SESUAI DENGAN HUKUM
1.
Perbuatan
yang sesuai dengan hukum.
Ada beberapa upaya yang memadai
untuk mengetahui secara kualitatif, tinggi atau rendahnya kesadaran hukum
masyarakat adanya kesadaran hukum masyarakat sehingga pengamatan seksama dapat
terungkap adanya petunjuk-petunjuk daripada kesadaran hukum seperti :
a. Pengetahuan houkum
b. Pemahaman terhadap
kaidah-kaidah/norma-norma hukum
c. Sikap terhadap
kaidah-kaidah/norma-norma hukum
d. Perilaku terhadap hukum
2. Perbuatan yang bertentangan dengan hukum
dalam bentuk pelanggaran
Yang dimasud dengan pelanggaran
hokum di dalam KUHP (KItab Undang – Undang HUkum Pidana) adalah hal – hal kecil
atau ringan yang diancam dengan hukuman denda. Seperti mengendarai sepeda motor
melanggar rambu – rambu lalu lintas, mengendarai sepeda motor tidak memakai helm,
tidak membawa SIM atau STNK dan sebagainya.
Tindak kejahatan seperti, pembunuhan
berencana, pembunuhan pemberatan dan pembunuhan biasa, ada pula pencurian
dengan berencana, pencurian pemberatan dan pencurian biasa dan banyak lagi
perbuatan pidana yang diatur dalam KUHP.
3. Menurut pasal 10 KUHP macam – macam
hukuman adalah sebagai berikut :
1. Hukuman
Pokok
-
Hukuman
Mati
-
Hukuman
Penjara yang terdiri dari :
a. Hukuman Penjara seumur hidup
b. Hukuman Penjara Sementara waktu
(setinggi – tingginya 20 tahun dan sekurang – kurangnya 1 tahun)
c. Hukuman Kurungan (setinggi –
tingginya 1 tahun dan sekurang – kurangnya 1 hari)
2. Hukuman
Tambahan
Hukuman Tambahan ini terdiri dari :
-
Pencabutan
Hak – hak tertentu
-
Perampasan
(penyitaan) barang – barang tertentu
-
Pengumuman
Keputusan Hakim
2.4
PEMBERANTASAN KORUPSI
1. Pengertian
korupsi
Korupsi
berarti [enyelewengan atau
penggelapan uang (negara atau perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan
pribadi atau orang lain.
Perilaku korup menunjuk pada sikap
suka menerima uang suap dan memakai kekuasaan yang dimilikinya untuk
kepentingan pribadi atau kelompok sendiri.
2. Dasar
Hukum pemberantasan korupsi
a.
Tap
MPR-RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas
korupsi, kolusi, dan nepotisme.
b.
Tap
MPR-RI No. VIII/MPR/2001 tentang rekomendasi arah dan kebijakan pemberantasan
dan pencegahan korupsi , kolusi, dan nepotisme.
c.
Undang-Undang
No. 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas korupsi,
kolusi, dan nepotisme.
d.
Undang-Undang
No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang no.31 tahun 1999 tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi.
3. Klasifikasi
penyebab terjadinya perbuatan korupsi
1.
Upaya
Pencegahan (Preventif)
a.
Menanamkan
aspirasi,semangat ,dan spirit nasional yang positif dengan mengutamakan
kepentingan nasional, kejujuran serta pengabdian pada bangsa dan negara melalui
sistem pendidikan formal, non-formal, dan pendidikan agama.
b.
Melakukan
sistem penerimaan pegawai berdasarkan perinsip achievement atau
keterampilan teknis dan tidak lagi berdasarkan norma ascription yang
dapat membuka peluang berkembangnya nepotisme. (Rekruitmen pejabat secara adil
dan terbuka).
c.
Para
pemimpin dan pejabat selalu dihimbau untuk memberikan keteladanan, dengan
mematuhi pola hidup sederhana, dan memiliki rasa tanggung jawab sosial yang
tinggi. (Pengawasan dari atasan terkait semakin ditingkatkan)
d.
Memiliki
kelancaran layanan administrasi pemerintah, untuk para pegawai selalu
diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa tua.
e.
Menciptakan
aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi. (Peningkatan
kualitas kerja)
f.
Sistem
budget dikelola oleh pejabat-pejabat yang mempunyai tanggung jawab etis tinggi;
dibarengi sistem kontrol yang efisien.
g.
Kekuasaan
herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan perorangan “pejabat” yang
mencolok.
h.
Berusaha
untuk melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan, melalui
penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan dibawahnya.
i.
Keterlibatan
media massa dalam upaya mengurangi terjadinya KKN
j.
Pembentukan
UU dan lembaga yang mempersempit terjadinya KKN.
2.
Upaya
Penindakan (Kuratif/Refresif):
Dilakukan kepada
mereka yang terbukti melanggar dengan diberikan peringatan, pemecatan tidak
hormat, dan dihukum pidana. Bebrapa contoh penanganan kasus :
a)
Dugaan
korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov Rusia milik Pemda
NAD (2004)
b)
Menahan
konsul jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga melakukan pubngutan
liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian
c)
Dugaan
korupsi dalam proyek program pengadaan BUsway pada pemda DKI Jakarta (2004)
d)
Dugaan
penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merigiksn keuangan Negara Rp.
10 Miliyar lebih (2004)
e)
Dugaan
korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment dan placement deposito
dari BI kepada PT Texmaco Group melalui Bank BNI (2004)
Adapun upaya penindakan
yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
1.
Pelaku KKN ditindaj tegas dan adil
2.
Pemberian hukuman sosial kepada pelaku KKN
3.
Menekankan kepada pemerintah dan lembaga penegak hukum untuk segera memproses
secara hukum terhadap pelaku KKN
4.
Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa :
a.
Memiliki rasa tanggung jawab
b.
Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh
c.
Melakukan kontrol sosial
d.
Membuka wawasan seluas-luasnya
e.
Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan
4.
Upaya Edukasi LSM
Beberapa
organisasi tentang korupsi
a.
Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah sebuah organisasi non
pemerintah yang mempunyai misi untuk mengawasi dan melaporkan kepada public
mengenai aksi korupsi di Indonesia,
b.
Transparancy International (TI) adalah sebuah organisasi
internasional yang bertujuan memerangi korupsi politik.
a. Peran Serta Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi Di Indonesia
1. Praktik KKN Dalam Penyelenggaraan Negara
Praktek KKN
(Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) di Indonesia tergolong cukup tinggi. Contoh di
bidang perbankan khususnya, keberadaan UU No. 10 Tahun 1998 ternyata tidak
cukup ampuh menjerat atau membuat jera para pelaku KKN. Dari data yang ada ,
diketahui ada beberapa kasus yang cukup mencolok dengan nominal kerugian negara
yang cukup besar.
Sebutlah
kasus penyelewengan dana BLBI yang sampai saat ini sudah berlangsung hampir 10
tahun tidak selesai. Para tersangka pelakunya masih ada yang menghirup udara
bebas, dan bahkan ada yang di vonis bebas dan masih leluasa menjalankan
aktivitas bisnisnya. Yang lebih parah lagi, terungkap juga bukti penyuapan yang
melibatkan salah satu pejabat Jampidsus baru- baru ini.
Kasus
perbankan lain yang cukup menarik perhatian masyarakat adalah LC fiktif yang
merugikan Negara sampai 1.7 Triliun, jumlah uang yang cukup fenomental jika
dilihat dari jumlah pelaku yang beberapa gelintir saja. Ini lebih besar dari
laba bersih setahun yang bisa diraih BNI tahun 2004.
Peraturan
yang mengatur bisnis perbankan sudah cukup lengkap. Sebut saja UU No. 10 Tahun
1998 yang merupakan penyempurnaan dari UU No.7 Tahun 1992, sudah sedemikian
detail mengatur tentang segala definisi pelanggaran perbankan beserta sanksi
yang diancamkan. Sistem audit baik Internal maupun eksternal juga sudah
sedemikian lengkap mengatur pengawasan operasional perbankan. Namun masih saja
bisa di cari-cari celah untuk melakukan penyimpangan.
2. Akibat
dari KKN
Ekonomi
1.
Anggaran Negara membengkak
2.
Uang Negara ada yang hilang
3.
Kepercayaan investor baik dalam negeri maupun luar negeri
kepada pemerintah semakin berkurang
4.
Pertumbuhan ekonomi terganggu
5.
Investasi yang dilakukan oleh pemerintah tidak efektif
6.
Kondisi ekonomi makro tidak stabil
Sosial Politik
1.
Keridakmampuan berbagai kebijakan menjawab permasalahan
2.
Munculnya kebijakan yang justru akan membebani masyarakat
3.
Kewibawaan pemerintah semakin berkurang
4.
Kebutuhan masyarakat semakin terabaikan
5.
Norma-norma dalam masyarakat semakin hilang
6.
Mekanosme pemerintahan semakin rusak
7.
Kekerasan politik semakin merajalela
8.
Sulit melakukan rekrutmen pejabat yang bersih
Budaya
1.
Profesionalisme kurang dihargai
2.
Kreativitas semakin berkurang
3.
Pola hidup konsumtif dan suka menempuh jalan pintas
4.
Rusaknya moral masyarakat
5.
Maraknya kekerasan yang terorganisir
3.
Macam-macam
Gerakan atau Organisasi Anti Korupsi
Untuk
mengembangkan teknik pengorganisasian rakyat ada baiknya jika melihat metode
yang dikembangkan Paulo Freire, berupa lingkaran penyadaran, pendidikan
penyadaran dan aksi-aksi kultural. Metode yang dikembangkan Freire ini
berangkat dari prinsip belajar dari masalah. Rakyat bukan manusia tanpa
pengalaman, melainkan pihak dengan pengalaman yang kaya, yang karena itu rakyat
tidak bisa dijadikan sebagai sasaran penampungan gagasan-gagasan yang keluar
dari pengalaman rakyat sendiri. Yang diperlukan adalah bagaimana memfasilitasi
agar rakyat dapat membebaskan diri serta menyadari apa yang terjadi
dilingkungannya.
Cara
yang dipakai oleh Freire dengan pengajaran melek huruf, yang menggunakan
prinsip tersebut. Jadi pelajaran melek huruf bukan semata-mata untuk keperluan
membuat orang bisa membaca, melainkan juga mengantarkan mereka untuk menyadari
situasi ketertindasan atau ketidakberdayaan (didalam praktek-praktek korupsi)
yang ada serta sebab-sebab mengapa mereka dalam kondisi yang demikian.
Metode ini
dimulai dari tahap:
- menjadikan pengalaman nyata sebagai dasar. Para peserta pelatihan diminta mengemukakan pengalaman mereka yang paling aktual, atau yang paling penting;
- setelah pengalaman dikumpulkan (diinventarisir), kemudian dibahas, dianalisis untuk melihat kaitan antara suatu fakta (pengalaman) dengan pengalaman yang lain;
- menyimpulkan hasil analisis tersebut untuk kemudian dijadikan dasar untuk melakukan tindakan tertentu; dan
- membuat agenda baru untuk melakukan tindakan tertentu. Selanjutnya proses diulang kembali, sesuai dengan pengalaman baru yang ada.
Formulasi
dasar dari Freire adalah suatu proses pengorganisasian (dimana pendidikan ada
di dalamnya), adalah proses yang ditempa dan dibangun bersama dan karena itu
berdiri diatas prinsip aksi dan refleksi. Tindakan yang dibangun tidak lepas
dari upaya-upaya untuk meningkatkan kesadaran dan daya kritis, sehingga tidak
terjebak dalam bentuk-bentuk dominasi baru yang pada dasarnya membelenggu
rakyat. Prinsip dasar dari pengorganisasian anti korupsi ini adalah membangun
kekuatan rakyat untuk melawan praktek-praktek korupsi.
Pengalaman
rakyat yang terlalu jamak menemukan dan menjadi korban praktek-praktek korupsi
ditempatkan sebagai basis utama untuk menggugah kesadaran rakyat akan situasi
ketidakberdayaan. Jadi praktek pengorganisasian bukan sejenis pekerjaan
indoktrinasi, melainkan kerja-kerja yang membenturkan rakyat dengan problem keseharian,
dan mendorong rakyat untuk bisa memahami apa yang sudah terjadi dan mungkin
terabaikan oleh mereka sendiri.
Pengorganisasian
rakyat berbeda dengan membuat organisasi yang lengkap dengan anggaran dasar dan
susunan pengurus yang sistematis. Pengorganisasian dalam konteks ini diabdikan
untuk mengubah keadaan yang menindas, tidak memberdayakan, menjadi keadaan
dimana rakyat sebagai konsumen layanan institusi publik pada saat yang
bersamaan mendapat ruang mengawasi pengelolaan urusan publik. Dengan demikian,
pengorganisasian bukan sekedar jalan membentuk solidaritas untuk membentengi
rakyat, melainkan untuk merubah keadaan.
Terimakasih kak sangat membantu
BalasHapus